Rabu, 16 Februari 2022

Peran Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19 : Survei Kesehatan Masyarakat Melalui Program Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Masa Pandemi Covid-19

 

Oleh : Khusnul Hamidah

 

Pada tanggal 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala Negara hadir, termasuk wakil presiden Indonesia Jusuf Kalla turut mengesahkan Agenda SDGs. Dengan mengusung tema “Mengubah Dunia Kita : Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan,” SDGs yang berisi 17 tujuan dan 169 target merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. www.sdg2030indonesia.org/page/8-apa-itu menyebutkan bahwa Sustainable Development Goals disingkat SDGs merupakan role pembangunan berkelanjutan yang akan masuk dalam program prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2021.

Isu kemiskinan tetap menjadi isu penting bagi Negara-negara berkembang, demikian pula dengan Indonesia. Penanganan persoalan kemiskinan harus dimengerti dan dipahami sebagai persoalan dunia, sehingga harus ditangani dalam konteks global pula. Sehingga setiap program penanganan kemiskinan harus dipahami secara menyeluruh dan saling interdependen dengan beberapa program kegiatan lainnya.

Dalam SDGs dinyatakan no poverty (tanpa kemiskinan) sebagai poin pertama priotritas. Hal ini berarti dunia bersepakat untuk meniadakan kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pengentasan kemiskinan akan sangat terkait dengan tujuan global lainnya, seperti dunia tanpa kelaparan, kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, air bersih, dan sanitasi.

Pada hakekatnya, SDGs memiliki prinsip universal, integrasi, dan inklusif. Hal ini perlu dikemukakan sebagai jaminan, bahwa tidak akan ada seorang pun yang boleh terlewatkan dalam pembangunan ini, atau yang lebih dikenal dengan prinsip “No one left behind.” SDGs sebagai kesepakatan pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan bergeser kea rah pembangunan sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, yang dalam implementasinya lebih berdasar pada Hak Asasi Manusia dan kesetaraan.

 

Semangat No one left behind dimaksudkan bukan hanya agar semua lapisan masyarakat tidak tertinggal dalam proses model pembangunan baru ini, melainkan lebih dari itu juga seluruh warga masyarakat wajib dilibatkan secara aktif dalam mewujudkan Goals, yang telah disepakati bersama. “No one left behind”, prinsip yang dibawa oleh semangat SDGs, terdengar sangat positif dalam memproyeksikan kesuksesan SDGs, sebagai tujuan yang disepakati secara global, sejak tahun 2015 lalu, yang ditargetkan akan tercapai di tahun 2030.

Dalam www.sdg2030indonesia.org/page/1-tujuan-sdg dijelaskan bahwa SDGs Desa adalah upaya terpadu mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian.

Merujuk dari Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, setidaknya ada 18 tujuan pembangunan melalui SDGs Desa namun tujuan Pembangunan Berkelanjutan khususnya SDGs yang ada di Desa Kapandayan di mana pelaksanaan SDGs ini menitikberatkan kepada kesehatan serta ekonomi masyarakat yang tumbuh merata alasannya karena di Desa Kapandayan masih terdapat bayi balita yang kurang gizi/stunting. Salah satu faktor yang menjadi penyebab kekurangan gizi pada anak disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga. Menyinggung perihal stunting memang sangat miris sekali karena di Negara berkembang khususnya di Indonesia angka stunting masih cukup banyak. Stunting merupakan suatu kondisi dimana tumbuh kembang anak tidak sesuai dengan usianya. Memang pada dasarnya anak yang mengalami stunting di Desa Kapandayan tidak banyak hanya berjumlah 2-3 orang tetapi upaya pendataaan ini sangat perlu guna memberantas angka stunting agar tidak bertambah. Upaya pencapaian SDGs desa dalam situasi dan kondisi Pandemi COVID-19 tidaklah mudah, karena itulah, penggunaan dana desa 2021 diprioritaskan untuk membiayai kegiatan yang mendukung pencapaian 10 (sepuluh) SDGs desa yang berkaitan dengan kegiatan pemulihan ekonomi nasional, program prioritas nasional, dan adaptasi kebiasaan baru desa.

Sustainable Development Goals disingkat SDGs di Desa Kapandayan dilaksanakan mulai pada tanggal 16 April 2021 16 Mei 2021 dengan jumlah 890 KK. Penduduk Desa Kapandayan pada tahun 2021 berjumlah 2.930 yang terdiri dari 1.511 orang laki-laki dan 1.419 orang perempuan. Proses pelaksanaan SDGs ini berjalan selama satu bulan dengan cara mendatangi ke rumah-rumah atau door to door didampingi oleh kepala dusun masing-masing. Di dalam pelaksanaan SDGs di Desa Kapandayan ini saya ditugaskan untuk melaksanakan pendataan di Dusun Manis yang terdiri dari 2 RT yaitu RT 001 dan RT 002 dengan jumlah KK sebanyak 195. Dalam tahap door to door para warga diberi kusioner yang didalamnya mempertanyakan data diri pribadi beserta penyakit yang dihidap.

Tantangan yang dirasakan selama pelaksanaan SDGs ini ketika harus mencatat satu per satu data diri pribadi masyarakat karena ada saja masyarakat yang buta huruf sehingga mereka tidak tahu abjad. Selain itu, ada saja masyarakat yang beranggapan bahwasannya pendataan ini akan di kasih berupa bantuan dari Desa akibat dampak dari Covid-19. Dalam hal ini selain melakukan pendataan tentu saya selaku mahasiswa kesehatan masyarakat harus bisa memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai tujuan di adakannya SDGs di Desa Kapandayan.

Selama pendataan SDGs ini ditinjau dari segi kesehatan memang pada dasarnya ada beberapa kepala keluarga yang ekonominya menengah ke bawah dan kebetulan anaknyapun termasuk dalam kategori stunting ketika sudah di survey ke rumahnya yang kebetulan itu tetangga saya memang kepala keluarga tersebut tidak mengerti akan bahaya dari stunting faktor tersebut disebabkan karena sumber daya manusia (SDM) yang kurang. Selain dari SDM tentu faktor penunjang ekonomi yang sangat berpengaruh pada hal ini. Anaka-anak yang dikategorikan stunting kebanyakan mereka yang berada di usia 0-2 tahun yang pada dasarnya anak-anak di usia seperti itu seharusnya mendapatkan gizi yang baik karena hal itu akan berdampak pada masa depan si anak.

Dalam https://dinkes.kuningankab.go.id/informasi/berita/koordinasi-konvergensi-lintas-program-dan-lintas-sektor-dalam-upaya-penanggulangan menyebutkan bahwa Istilah stunting belum banyak dikenal dimasyarakat, masyarakat lebih mengenal dengan istilah “pendek, cebol, atau kerdil”. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (3 Januari 2018) Prevalensi stunting Kabupaten Kuningan 28%. Di Kabupate Kuningan berdasarkan data per 30 Juli 2020, dari Jumlah 86.601 bayi yang lahir, yang ditimbang sebanyak 68.914 (79,6%), didapat 669 (8,9%) ibu hamil kekurangan energy kronik (KEK). Di desa Kapandayan sendiri bayi balita usia 0-2 tahun sebanyak 70 orang dengan data per tahun 2020 sebanyak 11 orang yang dikategorikan stunting.

Mengetahui hal ini kita sebagai mahasiswa apakah hanya cukup berdiam diri saja khususnya saya sendiri karena ini kaitan dengan lingkungan saya? Tentu kita sebagai mahasiswa harus dapat memberikan inovasi/perubahan yang dapat menanggulangi hal tersebut salah satunya dengan cara mengadakan seminar edukasi mengenai pentingnya bahaya dari stunting khususnya kepada orang tua yang mempunyai bayi balita karena hal ini telah menjadi kasus yang serius. Selain diadakannya seminar edukasi pun di Desa Kapandayan ini mempunyai program pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT pemulihan) selama 3 bulan guna dapat memperbaiki gizi anak khususnya bagi anak yang memang orang tuanya berekonomi menengah kebawah. Dengan adanya program seperti ini diharapkan dapat memberantas angka stunting yang ada di Desa Kapandayan.

Bagi saya selaku mahasiswa tentu merasa begitu miris dengan adanya kasus stunting di Desa Kapandayan. Selaku mahasiswa tentu saya harus dapat menjadi pelopor khususnya dalam bidang kesehatan. Dengan adanya SDGs di Desa Kapandayan tentu hal ini memberikan sisi positif terhadap masyarakat karena hal ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat serta menjadi rangkulan yang bisa diberikan oleh pihak desa kepada masyarakat. Khususnya bagi saya yang sedang duduk di bangku perkuliahan yang kebetulan mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat tentu sudah menjadi kewajiban saya sebagai promotor kesehatan agar bisa memberikan edukasi baik secara promotif maupun preventif kepada masyarakat.

Selain itu, mungkin saya akan membuat suatu komunitas REPETING (remaja peduli stunting) dimana didalamnya saya akan mengajak pemuda-pemudi Desa Kapandayan agar lebih peduli terhadap bayi balita yang dikategorikan stunting. Dalam komunitas ini mungkin akan ada beberapa program kerja yang salah satunya yaitu tanakting (tabungan anak stunting). Program kerja ini dimana dalam pelaksanaannya para anggota yang ada dalam komunitas harus dapat mempunyai data nama-nama para donatur yang ada di wilayah Desa Kapandayan yang nantinya dimana anggota akan memintai dana setiap 2 minggu sekali kepada para donatur yang kemudian dana tersebut akan disalurkan kepada anak-anak yang termasuk kategori stunting setiap satu bulan sekali tujuannya agar bisa memperbaiki gizi anak serta dapat menciptakan perekonomian yang merata bagi mereka para orangtua yang memang dikategorikan sebagai keluarga berekonomi menengah kebawah.

 

Menurut pandangan saya penanggulangan dalam bidang kesehatan khususnya stunting ini sangat perlu dilakukan guna mengingat kembali dampak yang akan terjadi bagi anak salah satunya yaitu akan terganggunya cara kerja otak pada anak. Ketika cara kerja otak pada anak sudah terganggu tentu hal ini akan sangat berpengaruh pada kecerdasan anak. Anak dengan kategori stunting akan lambat dalam berfikir. Tentu hal ini akan menghambat pada sistem pembelajaran anak, mencapai cita-cita serta untuk mewujudkan masa depan yang baik.

Untuk menanggulangi kasus ini tentu kita perlu adanya kerja sama baik dalam segi komunikasi ataupun yang lainnya antar aparatur desa, pihak kesehatan setempat serta masyarakat setempat. Dengan adanya kerja sama yang baik dengan pihak pemerintahan desa, maka inovasi/ide yang saya buat akan mudah untuk dikenal oleh masyarakat, lalu dengan adanya kerja sama yang baik dengan pihak kesehatan setempat seperti tenaga kesehatan yang ada di puskesmas serta bidan desa, akan sangat membantu dalam proses inovasi yang saya buat yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan bagi anak yang dikategorikan stunting secara berkala serta dapat memberikan sosialisasi kepada orang tua dari anak tersebut. Selain dari aparatur desa dan juga pihak kesehatan tentu perlu adanya dukungan dari masyarakat setempat agar inovasi yang saya buat dapat terealisasikan dan dapat mengurangi masalah stunting yang ada di Desa Kapandayan. Adapun tahapan-tahapan dari rancangan desiminasi inovasi :

·         Planning :

1.      Pembentukan tim sosialisasi

2.      Fiksasi tempat sosialisasi

3.      Koordinasi aparatur desa dengan para donatur serta instansi yang terlibat

4.      Fiksasi pihak-pihak yang akan diundang

5.      Fiksasi budget/anggaran

·         Organizing :

1.      Rapat koordinasi tim sosialisasi

2.      Rapat evaluasi kemajuan persiapan pelaksanaan

·         Action :

1. Pelaksanaan diseminasi inovasi melalui sosialisasi

·         Controlling :

1. Rapat evaluasi kegiatan diseminasi inovasi

 

 

Ø  Sasaran inovasi terdiri dari :

1)      Sasaran langsung

·         Semua anak usia 0-2 tahun a yang ada di wilayah Desa Kapandayan

·         Seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 0-2 tahun

2)      Sasaran tidak langsung

·         Tenaga kesehatan yang bekerja di satgas terdepan (dokter, penyuluh kesehatan masyarakat, dan sebagainya).

·         Tenaga pendidik, petugas lapangan, petugas sosial yang terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak.

·         Petugas sektor swasta dan lainnya.

 

 

Jadi, pemanfaatan sdgs sebagai Survei Kesehatan Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19 sangat memberi manfaat khususnya bagi desa Kapandayan karena dengan adanya pelaksanaan sdgs ini pihak kesehatan setempat khususnya bidan desa dan juga pihak puskesmas bisa memberikan solusi mengenai stunting yang ada di Desa Kapandayan. Serta pelaksanaan sdgs ini merupakan sebuah program pemerintahan desa guna mengetahui permasalahan yang ada di Desa tersebut.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sumbangsih Mahasiswa Bagi Negeri Dikala Pandemi

 Oleh : Sehibul Azis Pandemi Covid-19 telah merubah tatanan kehidupan di Indonesia, bukan secara Nasional saja    melainkan secara global ...